
Seorang seniman Yunani berbakat bernama Timanthes, belajar kepada seorang pelukis terkenal. Beberapa tahun kemudian, pelukis muda tersebut menghasilkan lukisan itu sehingga dari hari ke hari ia menghabiskan waktu untuk memandang lukisan itu tanpa bosan.
Suatu pagi ia dibuat terkejut tatkala mengetahui dengan sengaja gurunya merusak lukisan yang sangat dikaguminya itu. Dengan marah dan sambil menangis, Timanthes berlari menuju gurunya dan mempertanyakannya merusak miliknya yang sangat berharga. Gurunya yang bijak itu menjawab " Aku melakukannya untuk kebaikanmu sendiri. Lukisan itu memperlambat kemajuanmu. Lukisan itu memang berkualitas tinggi, tetapi ia tidak sempurna. Mulailah lagi dan lihat apakah engkau dapat membuat yang lebih baik lagi." Murid tersebut mendengarkan nasihat gurunya dan akhirnya ia menghasilkan karya besar yang berjudul Sacrifice of Iphigenia (Pengorbanan Iphigenia), yang dianggap sebagai salah satu karya lukis terbaik. Dia ingin agar kita terus majuke tingkat yang lebih tinggi dalam pelayanan dan kesempurnaan seperti Yesus Kristus. Rasul Paulus memahami hal ini, karena meskipun ia adalah seorang sangat taat dan telah berbuah banyak, ia mengakui bahwa masih perlu terus maju dalam hal kekudusan.
" Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya... dan mengarahkan pada apa yang dihadapanku"
(Filipi 3:12,14)




