Salam!

Selamat datang di blog saya,
Anggap aja blog sendiri.
Makasih atas kunjungannya.


Laman

Hidup Untuk Kristus

Hadiah nobel untuk perdamainan tahun 1935 telah diberikan kepada Albert Schwetzer seorang Jerman yang dikenal sebagai ahli filsafat, pendeta dan teolog, musikus, guru Injil, dokter dan humanis. Semua kedudukan dan keahliannya itu kedengaran amat hebat, bukan? Memang begitu. Tetapi, Schwetzer tidak terbius oleh semuanya itu, karena ia adalah seorang yang di dalam diri pribadinya terkandung semua sifat-sifat kemanusiaan yang murni dan agung.
Albert dilahirkan pada tahun 1875 sebagai putra seorang Pendeta di daerah Elzas. Selama belajar, dari SD sampai SMA, ia selalu menjadi murid terpandai. Khususnya ia menaruh minat pada mata perlajaran musik dan sejarah. Tetapi, sejak masa kanak-kanak Schwetzer mempunyai pribadi yang sangat sederhana dasn menjauhkan diri dari segala macam kemewahan hidup. Ia sering kali menolak untuk memakai sepatu kulit untuk ke sekolah karena melihat banyak teman-teman yang miskin dasn tidak mampu membeli sepatu kulit untuk sekolah. Bahkan, ia pernah menolak makan sup karena ia juga melihat kawan-kawan terlalu miskin untuk memakan sup. Setamat SMA ia kemudian belajar sebagai filsafat dan teologia di Universitas Strassbourg. Di sinilah kepandaiannya mulai menonjol sehingga dengan gilang gemilang ia memperolah gelar doktor dalam ilmu Filsafat dan Theologia.
Kemudian ia menjadi pendeta di Strassbourg dan pada usia 27 tahun diangkat menjadi guru besar dari universitas tersebut. Sementara karyanya sebagai musikus jauh lebih maju dari pada karirnya sebagai pendeta dan guru besar. Keahliannya itu telah membuatnya termasyur sehingga ia sering berkeliling mengadakan konser-konser musik dan ceramah-ceramah. Tetapi, semua kesuksesan, mesyuran, dan kekayaan yang diperolehnya itu belum memuaskan batin dan jiwanya.
Suatu hari Albert Schwetzer membaca majalah rohani yang meminta perhatian pada keadaan benua Afrika yang buruk kondisinya. Beribu-ribu orang telah mati akibat penyakit tropis seperti malaria. Kekurangan tenaga dokter dan juru rawat sangat dirasakan untuk Afrika. Albert tergerak hatinya utuk memnuhi kekurangan tenaga dokter tersebut, tetapi karena ia bukan dokter maka puncak keberhasilannya ketika berumur 31 tahun, ia telah memutuskan kuliah lagi di fakultas kedokteran. Kemudian ia lulus dan menjadi dokter dan memutuskan pergi ke rimba Afrika melayani orang-orang yang menderita di daerah itu.

"NAMUN AKU HIDUP, TETAPI BUKAN LAGI AKU SENDIRI YANG HIDUP, MELAINKAN KRISTUS YANG HIDUP DI DALAM AKU" (Galatia 2:20)

0 komentar:

Posting Komentar